Kamis, 19 Februari 2015

Malangnya Telur-telur Reptil di Ladangku?

Dua telur reptil tertusuk akar runcing ilalang dan telur yang lain berada dalam ancaman serupa.




























Di penghujung April yang lalu, di ladang sempit yang saya kelola sendiri, keringatku mengucur deras mengayun cangkul. Ilalang (Imperata cilindrica) menusuk kakiku yang bertelanjang bulat. Saya ingin membalik tanah, menyuburkan tanaman, ingin mandiri dan memenuhi kebutuhan dasar sayur-sayuran dari tanah gersang itu.

Meski gersang, tapi kehidupan amfibi reptil masih saja kelihatan di sini. Bunglon, cicak, katak, ular dan kadal bukanlah sesuatu hal baru. Satwa-satwa itu menjalin hubungan yang baik dengan lingkungannya sebagai media untuk mencari makan, istirahat dan berbiak. Kedatangan saya sebagai petani boleh dianggap menjadi pendatang baru yang paling berkuasa. Saya ingin mengubah semuanya dengan keinginanku sendiri dengan memulai pembajakan tanah.

Seringkali saya melukai kadal (Mabuya multifasciata) yang bersembunyi di dalam tanah dan anak katak (Kaloula pulchra) yang beristirahat di siang hari. Yang tak kalah terkejut adalah ketika membalik sarang reptil di antara akar-akar ilalang yang rapat. Di situ ada sembilan telur dengan dua ukuran yang berbeda. Satu kelompok sebesar telur cicak dan satu lagi lebih kecil dan lebih muda. Bagi saya ini jenis telur yang meragukan, tapi karena sering melihat kadal di dalam tanah, kupikir ini adalah telurnya. Tapi kenapa ada dua ukuran yang berbeda jauh? Entahlah.

Bunglon kampung (Calotes versicolor) sedang bermain dengan pasangannya.
Hal yang paling menarik dari telur-telur itulah adalah ketika akar-akar ilalang menembus cangkangnya. Bagi saya ini termasuk keteledoran reptil dalam menyimpan telur-telur. Memang kelas reptil merupakan peralihan antara yang menjaga telur dengan yang tidak sama sekali. Ada beberapa jenis ular dan buaya yang melindungi telurnya, selebihnya mereka membiarkan telur itu bekerja sendiri dan dituntun alam. Beberapa kelas reptil memiliki fakta yang menarik, misalnya jenis kelamin dari telur kura-kura dipengaruhi oleh kehangatan dari lingkungan di sekelilingnya, bukan dari peleburan kromosom jantan betina sedari awal.

Ada satu kecenderungan menurut para ahli bahwa semakin kecil satwa, maka semakin banyak telur yang dihasilkan. Ini menggambarkan bahwa hewan yang kecil biasanya menjadi mangsa hewan besar, jadi harus banyak generasinya agar lestari. Hukum tersebut juga bisa dihubungkan dengan reptil yang tidak menjaga telurnya biasanya memiliki telur dengan jumlah relatif banyak ketimbang yang menjaga telurnya agar persen hidupnya terjaga.

Kejadian-kejadian seperti ini mungkin sedang lama terjadi. Di ladang kecil ini, reptil dewasa masih banyak seperti biasa. Jadi sebenarnya tak ada masalah berarti yang sedang terjadi. Cangkang telur yang ditembus akar ilalang adalah hal biasa. Bagian dari probabilitas alami. Mungkin saya saja yang kemaruk dari penemuan cangkang malang itu.

(Teks & foto oleh Akhmad Junaedi Siregar)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sahabat Herpetologer Mania yang baik, silahkan membubuhkan komentar Anda. Jika ingin lebih cepat direspon, Sahabat Herpetologer Mania bisa berdiskusi melalui imel kami: herpetologermania@gmail.com atau ke grup media sosial fesbuk: Herpetologer Mania.

Salam herping!