Minggu, 03 Maret 2013

Burung-burung yang “Bersahabat” dengan Buaya





Oleh Akhmad Junaedi Siregar, Chairunas Adha Putra, Desy Hikmatullah
Foto-foto oleh Akhmad Junaedi Siregar
Sudah dimuat di Warta Herpetofauna Edisi Februari 2013
_________________________________________________

Keputusan koloni burung air di salah satu sudut Kota Medan tergolong unik. Satwa terbang itu memilih bersarang di atas mulut-mulut buaya yang sedang menganga. Herpetologer Mania, sebagai salah satu komunitas pengamat amfibi di Kota Medan mengunjungi Taman Buaya Asam Kumbang – taman buaya terbesar di Sumatera – yang tentu saja kami melihat kondisi itu tidak hanya sepintas lalu.

Minggu, 6 Januari 2013 yang lalu, kami kemudian mencatat peristiwa itu dengan rapi. Tempat berbiak (nesting area) burung-burung ini sekaligus menambah catatan lokasi berbiak burung air yang sebelumnya ada empat menjadi lima lokasi di Sumatera Utara dengan catatan tempat berbiak di penangkaran yang terletak di Jl Bunga Raya, Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan itu menjadi yang terekstrim di antara semuanya.


Awalnya kami tidak berpikir menyaksikan hubungan unik di penangkaran seluas dua hektar itu. Kami hanya ingin mengunjungi tempat tersebut sebagai kebutuhan refreshing-nya seorang pecinta amfibi dan reptil. Buaya-buaya dari jenis buaya muara (Crocodylus porosus) dan sinyulong (Tomistoma schlegelii) dapat menghibur pengunjung sekaligus menggambarkan perkembangan pertumbuhan reptil buas itu mulai dari juvenil hingga yang berumur 30 tahun sebagai yang tertua.

Biar lebih menarik, pengelola menawarkan atraksi buaya dengan harga Rp 50.000 sekali show. Di situ, pengunjung dapat melihat buaya lebih dekat dan menyaksikan persahabatan yang aneh antara monyet dengan buaya. Monyet memberi makan buaya, buaya menganga menunggu suapan. Di samping itu, pengunjung boleh memberi makanan berupa bebek remaja seharga Rp 30.000 ke dalam kolam utama tempat induk buaya berkumpul. Keganasan buaya itu menghibur pengunjung saat melahap bebek malang itu.

Buaya memanglah seekor buaya. Dia menangkap apapun yang bergerak di permukaan air berlumut itu. Siapapun akan ketakutan berada di dekat kolam pekat berpenghuni reptil ganas. Kecuali burung-burung air yang berani bersarang hingga satu meter di atas permukaan air. Burung-burung itu mempertaruhkan keselamatan anaknya, sekali terpeleset nyawa anak burung melayang.

Di tengah Kota Medan yang padat dan sawah yang tidak memiliki ruang kosong lagi barang tentu burung-burung memiliki pilihan yang sedikit. Mereka memutuskan bersarang di atas kolam buaya meskipun itu sulit. Kini ada lebih seribu ekor burung di sana. Yang berhasil kami identifikai baru dua jenis yakni kuntul kerbau (Bubulcus ibis) dan kowak malam kelabu (Nycticorax-nycticorax). Jenis kuntul kerbau jauh lebih dominan ketimbang kowak malam kelabu. Dan kedua jenis diketahui memiliki anak di sarangnya ditandai dengan bulu juvenilnya masing-masing.

Menurut pengelola, burung mulai datang sekitar enam tahun yang lalu sedangkan penangkaran dikembangkan pata tahun 1959. Burung-burung itu datang sendiri-sendiri dan mulai berkembang setelah berbiak di lokasi itu. Dalam jangka waktu yang singkat, burung-burung itu kemudian telah memiliki populasi yang padat hingga harus bersaing untuk memperebutkan tempat meletakkan sarang. Populasi burung berkembang seperti populasi buaya yang terus meningkat hingga menimbulkan masalah tersendiri.

Dikatakan bahwa sesekali anak burung jatuh ke kolam. Buaya di bawahnya akan langsung merespon layaknya predator. Diyakini anak burung yang jatuh adalah burung yang kurang sehat atau yang kalah bersaing dengan saudaranya, sehingga secara alami telah terjadi seleksi yang ketat untuk mengisi ruang dan waktu di dalam koloni burung itu. Burung-burung yang hidup saat ini adalah burung-burung yang bebas dari seleksi.

Nah, yang menarik adalah burung-burung itu berkembang baik di atas bahaya yang tinggi. Anak-anak burung diajarkan bahaya sedari menetas sehingga mereka berkembang lebih kompetitif. Ternyata apa yang kami lihat sekilas tidaklah buruk. Buaya dan burung tersebut hidup secara normal mengikuti hukum-hukum alam.