Kamis, 09 Agustus 2012

Evolusi Kura-kura Remuk di Tepi Jalan


Oleh Akhmad Junaedi Siregar
Foto-foto oleh Akhmad Junaedi Siregar

Pembangunan selalu menghadirkan dampak positif dan negatif. Sesuatu yang tidak diharapkan kadang muncul pada situasi yang tidak terpikirkan sebelumnya. Makanya penyesalan selalu belakangan. Jalan mulus yang menghubungkan nadi kehidupan manusia ternyata memiliki sedikit efek buruk bagi satwa tertentu. Kura-kura adalah salah satu korban utamanya.

Terutama jalan-jalan yang melintasi perairan rawa seperti yang banyak ditemukan di timur Riau, Pulau Sumatera, tidaklah jarang menemukan kura-kura remuk di pinggir jalan. Apa yang terjadi dengan hewan berbatok itu?

Ternyata tak hanya manusia korban jalan raya. Satwa-satwa yang melakukan pergerakan sepanjang hidupnya akan terintai bahaya juga. Kura-kura dinilai punya poin besar sebagai ”tumbal” lalu lintas.

Di Sumatera, ditaksir memiliki 16 jenis kura-kura (turtle dan tortoise). Empat spesies di antaranya dianggap paling sering melintasi jalan raya, yakni kuya batok (Cuora amboinensis), kura-kura berduri (Heosemys spinosa), kura-kura pipi putih (Siebenrockiella crassicollis) dan beiyogo (Notochelys platinofa). Dari kehadiran dan toleransi hidup yang tinggi, kuya batok adalah nominasi terkuat menjadi korban.

Kuya batok cukup umum menjadi korban. Populasinya dinilai masih aman karena keberagaman habitat hidupnya. Parit drainase jalan raya pun dianggap masih mampu ditinggali. Terutama di jalan yang melintasi rawa, dinamika kura-kura melewati jalan tergolong tinggi. Saya dan Pak Mistar sendiri, ketika melewati beberapa ruas jalan di Pulau Rupat dan Kabupaten Bengkalis lainnya, cukup umum mendapati kuya batok mencuri kesempatan memotong jalan. Dua di antaranya tergilas kendaraan.

Tempurung kuya batok pun dinilai tidak sekuat kura-kura lain. Tiap kali mobil menggilas karapasnya, bisa dipastikan akan pecah. Secara evolusi, cangkangnya yang tetap bertahan jutaan tahun lalu itu memang tidak diciptakan untuk menghindar dari bahaya jalan raya yang puluhan tahun lalu baru dibangun di berbagai daerah.

Ada beberapa alasan kenapa kura-kura paling mencuat. Pertama, pergerakannya cukup lamban sehingga membuka peluang lebih besar terlindas. Kedua, sewaktu terganggu kendaraan, kura-kura itu justru bersembunyi dan diam sampai merasa aman ke dalam batok yang berarti probabilitas kematian tinggi. Ketiga, sebagai hewan yang relatif penyendiri, kura-kura harus melakukan perpindahan tempat untuk mencari pasangannya yang kemungkinan berada di sebelah jalan raya.

Jalan raya cenderung mengancam keberadaan satwa. Khususnya jalan sibuk lalu lalang kendaraan. Terlebih lagi pada kawasan padat kehidupan. Jenis herpetofauna lain yang kerap didapati gepeng di tengah jalan antara lain katak (Bufo melanostictus, Fejervarya spp), bunglon kampung (Calotes versicolor), biawak (Varanus salvator), ular lidi (Dendrelaphis spp), kobra (Elapidae), Elaphe flavolineata, dan banyak lagi.

Mendokumentasikan problema baru yang dihadapi herpetofauna sekarang ini mulai dianggap penting. Karena di jalan misalnya, kadang kita menemukan seekor anak ular yang tiba-tiba mati. Diperkirakan ular muda tersebut kurang pengalaman melewati ruas jalan pada terik matahari. Sisik geraknya tidak ideal berdinamika di atas aspal. Meski pun saya tidak tahu persis itukah alasannya?

Nah, tulisan ini saya harap sedikit membuka sedikit ancaman ringan dari herpetofauna.■