Senin, 02 Maret 2015

“Fosil Hidup” itu ada di Asam Kumbang Medan!


Buaya merupakan hewan purba yang hanya sedikit mengalami perubahan dari zaman Cretaceous (sekitar 145-65 juta tahun yang lalu). Buaya memiliki kekerabatan yang lebih erat dengan burung dan dinosaurus jika dibandingkan dengan kebanyakan reptil pada umumnya. Beberapa contoh buaya purba yang hidup pada zaman tersebut di antaranya, Kaprosuchus saharicus, Araripesuchus rattoides, Laganosuchus thaumastos, Anatosuchus minor, Araripesuchus wegeneri, Sarcosuchus imperator dan Deinosuchus rugosus.

Saat ini, di dunia terdapat sekitar 25 jenis buaya dan di Indonesia hanya terdapat 7 jenis, yaitu buaya mindoro (Crocodylus mindorensis), buaya irian (Crocodylus novaeguineae), buaya air asin/muara (Crocodylus porosus), buaya kalimantan (Crocodylus raninus), buaya air tawar/siam (Crocodylus siamensis), buaya sahul (Crocodylus sp.) dan buaya senyulong (Tomistoma schlegelii). Dua jenis dari ketujuh jenis di atas terdapat di penangkaran buaya milik Lo Than Muk, Jalan Bunga Raya II No. 59, Desa Asam Kumbang, Kecamatan Medan Selayang, Medan, Sumatera Utara.

Perbandingan ukuran rangka rahang buaya purba dengan buaya modern.
Penangkaran Asam Kumbang dibangun pada tahun 1959 yang dimulai dengan 12 ekor anak buaya yang berasal dari sungai-sungai di Sumatera Utara. Penangkaran buaya yang disebut-sebut sebagai yang terbesar di Asia ini memiliki luas sekitar 2 hektar dan menampung buaya mencapai 2.800 ekor yang terdiri dari 2 jenis yaitu, buaya muara (Crocodylus porosus) dan buaya sinyulong (Tomistoma schlegelii). Selain buaya di penangkaran ini juga terdapat 1 jenis ular yaitu, ular phyton (Phyton reticulatus) dan 2 jenis kura kura yaitu, baning coklat (Manouria emys) dan kuya batok (Cuora amboinensis).

Buaya muara merupakan penghuni terbanyak di penangkaran Asam Kumbang, memiliki ciri tubuh yang besar, moncong lebar, sisik belakang kepala berukuran sangat kecil, gigi berjumlah sekitar 17-19 buah, sisik punggung berlunas pendek dan berjumlah 16-17 baris dari depan ke belakang. Habitat alaminya di daerah muara sungai dan memiliki kebiasaan suka berjemur di pagi hari.

Morfologi luarnya memperlihatkan dengan jelas cara hidup hewan pemangsa akuatik. Tubuhnya yang streamline memungkinkannya untuk berenang cepat. Buaya melipat kakinya ke belakang melekat pada tubuhnya, untuk mengurangi hambatan air dan memungkinkannya menambah kecepatan pada saat berenang. Jari-jari kaki belakangnya berselaput renang, yang meskipun tak digunakan sebagai pendorong ketika berenang cepat, selaput ini amat berguna tatkala ia harus mendadak berbalik atau melakukan gerakan tiba-tiba di air, atau untuk memulai berenang. Kaki berselaput juga merupakan keuntungan manakala buaya perlu bergerak atau berjalan di air dangkal.

Ilmuan memeriksa tengkorak purba di Nigeria.
Hewan ini memiliki rahang yang sangat kuat, yang dapat menggigit dengan kekuatan luar biasa, menjadikannya sebagai hewan dengan kekuatan gigitan yang paling besar. Tekanan gigitan buaya ini tak kurang dari 5.000 psi (setara dengan 315 kg/cm²) dibandingkan dengan kekuatan hiu putih raksasa sebesar 400 psi, atau dubuk (hyena) sekitar 800–1.000 psi. Gigi-gigi buaya runcing dan tajam, amat berguna untuk memegangi mangsanya. Buaya menyerang mangsanya dengan cara menerkam sekaligus menggigit mangsanya, kemudian menariknya dengan kuat secara tiba-tiba ke air. Oleh sebab itu otot-otot di sekitar rahangnya berkembang sedemikian baik sehingga dapat mengatup dengan amat kuat. Mulut yang telah mengatup demikian juga amat sukar dibuka. Akan tetapi sebaliknya, otot-otot yang berfungsi untuk membuka mulut buaya amat lemah. Biasanya para peneliti buaya cukup melilitkan perekat besar (lakban) beberapa kali atau mengikatkan tali karet ban dalam di ujung moncong yang menutup, untuk menjaganya agar mulut itu tetap mengatup sementara dilakukan pengamatan dan pengukuran, atau manakala ingin mengangkut binatang itu dengan aman. Cakar dan kuku buaya pun kuat dan tajam, akan tetapi lehernya amat kaku sehingga buaya tidak begitu mudah menyerang ke samping atau ke belakang.

Perbandingan buaya masa lampau dengan manusia saat ini.
Pada musim kawin buaya dapat menjadi sangat agresif dan mudah menyerang manusia atau hewan lain yang mendekat. Di musim bertelur buaya amat buas menjaga sarang dan telur-telurnya. Induk buaya betina umumnya menyimpan telur-telurnya dengan dibenamkan di bawah gundukan tanah atau pasir bercampur dengan serasah dedaunan. Embrio buaya tak memiliki kromosom seksual, yakni kromosom yang menentukan jenis kelamin anak yang akan ditetaskan. Jadi tak sebagaimana manusia, jenis kelamin buaya tak ditentukan secara genetik. Alih-alih, jenis kelamin ini ditentukan oleh suhu pengeraman atau suhu sarang tempat telur ditetaskan. Pada buaya muara, suhu sekitar 31,6°C akan menghasilkan hewan jantan, sedikit lebih rendah atau lebih tinggi dari angka itu akan menghasilkan buaya betina. Masa pengeraman telur adalah sekitar 80 hari, tergantung pada suhu rata-rata sarang.

Lo Than Muk bersama istri.
Berbagai atraksi dan pertunjukan dapat dilihat di penangkaran buaya milik Lo Than Muk ini, dari atraksi buaya, ular phyton, memberi makan buaya dengan melemparkan bebek yang dijual dengan harga Rp30.000 dan sekedar berfoto bersama satwa liar tersebut. Dari tahun 1959 sampai dengan sekarang penangkaran ini tidak pernah sepi dari pengunjung dan menjadi salah satu tujuan wisata favorit di pusat Kota Medan. Tahun 2012 yang lalu, keluarga Lo Than Muk mendapat penghargaan dari Walikota Medan, Drs. H. Rahudman Harahap, MM sebagai “Tourism Personality Of The Year”. Dan saat ini penangkaran ini sudah diresmikan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan. Jadi jika Anda ingin melihat “fosil hidup” di zaman modern saat ini, Anda dapat mengunjungi penangkaran buaya milik keluarga Lo Than Muk sebelum semuanya benar-benar punah.

(Oleh Chairunas Adha Putra, foto oleh Chairunas Adha Putra dan dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sahabat Herpetologer Mania yang baik, silahkan membubuhkan komentar Anda. Jika ingin lebih cepat direspon, Sahabat Herpetologer Mania bisa berdiskusi melalui imel kami: herpetologermania@gmail.com atau ke grup media sosial fesbuk: Herpetologer Mania.

Salam herping!