Pertemuan
pertama ini lumayan mengesankan karena sebelumnya kami sedang berputus asa
ketika belum menemukan apa-apa sejauh berjalan. Malam hari itu, tanpa ditemani
staf berwenang, kami berenam (Inggin, Tari, Siti, Karina, Bang Khomar dan saya
sendiri) menelusuri daerah sekitar pondok di daerah Resort Sei Betung yang berada
dalam kawasan TNGL. Kami berniat mendata amfibi di daerah ini tanpa peralatan
maksimal–hanya dengan cahaya senter yang pas-pasan.
Persiapan sebelum herping. |
Cukup lama herping, seolah tak ada kehidupan amfibi
di sini. Kami dihibur nyanyian jangkrik selama perjalanan. Mungkin saja amfibi
tidak menyukai tempat ini karena miskin aliran air. Di sini kering dan hanya
ada dedaunan mati bertumpuk-tumpuk namun ada onggokan air di dalam parit yang
jika tak hujan akan kering juga.
Ketika kami
ingin menyudahi kegiatan dan berbalik arah, si mata merah mencegat kami tepat
pada jam 22.00 WIB hari Jumat, 8 Februari 2013 lalu. Dia seperti katak dari
planet lain, soalnya matanya “bersinar merah” di kegelapan. Kelesuan kami
berubah menjadi kegirangan. Semangat menyala tiba-tiba. Ketika kami ingin
menangkapnya, sebelumnya kami terpesona dengan memperhatikan sekujur cirri-ciri
tubuhnya–yang tidak kami kenali sedikit pun.
“Jenis baru!”, sorak
salah seorang teman sambil mencoba untuk menggenggamnya. Kami yang juga polos
untuk pengenalan jenis mengakui kebenaran itu. Misteri jenis ini menaikkan rasa
antusias kami. Tak jadi pulang, kami kemudian melanjutkan kegiatan herping. Si mata merah seolah-olah
membuka rekening list herpetofauna
malam ini. Jenis demi jenis pun lalu kami dapatkan.
Biar tak larut
di kegelapan hutan lebih lama, kami melanjutkan herping di sekitaran pondok saja.
Di sana si mata merah kembali menyapa kami. Perlu kami jelaskan bahwa keseluruhan
tubuh si mata merah, matanyalah yang paling mencolok dengan mata besar berwarna
merah keorenan menyala dan pinggiran berwarna biru. Katak ini memiliki kulit
yang agak keras, tubuhnya berwarna coklat terlihat seperti mengilap.
Garis-garis menghiasi ekstremitas depan dan belakangnya dan berukuran sekitar 8
cm dengan pergerakan sedikit lambat. Lebih lanjut kami mencoba mencari jenisnya
di buku identifikasi panduan lapangan, kami belum menemukannya.
Ukuran Leptobrachium sp. |
Si mata merah
masih “mengolok-olok” rasa keinginantahuan kami. Rasa penasaran memicu kami
untuk melakukan herping di tempat
lain, tepatnya di perbatasan antara daerah TNGL dengan perkebunan sawit yang
sangat banyak terdapat kubangan. Ternyata rasa penasaran kami disambut meriah
oleh pasukan si mata merah. Banyak sekali kami menemukan kelompok itu di sini,
yang disusul oleh jenis-jenis lainnya dari amfibi yang mendiami daerah
tersebut. Suara riuh sahut menyahut seakan menyambut kedatangan kami, termasuk
ular air pemangsa mereka. Melangkah lebih jauh, kami bersua lagi dengannya. Sepertinya
mereka adalah penghuni terbanyak kawasan ini, sekitar 15 ekor pada jarak 500 m.
Esoknya penasaran
itu kami tanyakan kepada staf kehutanan di sini maupun kakak senior yang
mungkin lebih mengenal. Jawaban mereka belum memuaskan. Sampai akhirnya kami
bertanya kepada yang lebih tahu pada grup Herpetologer Mania di Facebook. Ternyata
yang selama ini kami panggil si mata merah adalah Leptobrachium sp. Hehehe, itu yang membuat kami penasaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sahabat Herpetologer Mania yang baik, silahkan membubuhkan komentar Anda. Jika ingin lebih cepat direspon, Sahabat Herpetologer Mania bisa berdiskusi melalui imel kami: herpetologermania@gmail.com atau ke grup media sosial fesbuk: Herpetologer Mania.
Salam herping!