Buaya
merupakan hewan purba yang hanya sedikit mengalami perubahan dari zaman Cretaceous
(sekitar 145-65 juta tahun yang lalu). Buaya memiliki kekerabatan yang lebih erat
dengan burung dan dinosaurus jika dibandingkan dengan kebanyakan reptil pada
umumnya. Beberapa contoh buaya purba yang hidup pada zaman tersebut di antaranya,
Kaprosuchus saharicus, Araripesuchus
rattoides, Laganosuchus thaumastos, Anatosuchus minor, Araripesuchus wegeneri,
Sarcosuchus imperator dan Deinosuchus
rugosus.
Saat ini,
di dunia terdapat sekitar 25 jenis buaya dan di Indonesia hanya terdapat 7
jenis, yaitu buaya mindoro (Crocodylus
mindorensis), buaya irian (Crocodylus
novaeguineae), buaya air asin/muara (Crocodylus
porosus), buaya kalimantan (Crocodylus
raninus), buaya air tawar/siam (Crocodylus
siamensis), buaya sahul (Crocodylus
sp.) dan buaya senyulong (Tomistoma
schlegelii). Dua jenis dari ketujuh jenis di atas terdapat di penangkaran
buaya milik Lo Than Muk, Jalan Bunga Raya II No. 59, Desa Asam Kumbang, Kecamatan
Medan Selayang, Medan, Sumatera Utara.
Perbandingan ukuran rangka rahang buaya purba dengan buaya modern. |
Penangkaran
Asam Kumbang dibangun pada tahun 1959 yang dimulai dengan 12 ekor anak buaya
yang berasal dari sungai-sungai di Sumatera Utara. Penangkaran buaya yang disebut-sebut
sebagai yang terbesar di Asia ini memiliki luas sekitar 2 hektar dan menampung
buaya mencapai 2.800 ekor yang terdiri dari 2 jenis yaitu, buaya muara (Crocodylus porosus) dan buaya sinyulong
(Tomistoma schlegelii). Selain buaya
di penangkaran ini juga terdapat 1 jenis ular yaitu, ular phyton (Phyton reticulatus) dan 2 jenis kura
kura yaitu, baning coklat (Manouria emys)
dan kuya batok (Cuora amboinensis).
Buaya muara
merupakan penghuni terbanyak di penangkaran Asam Kumbang, memiliki ciri tubuh
yang besar, moncong lebar, sisik belakang kepala berukuran sangat kecil, gigi
berjumlah sekitar 17-19 buah, sisik punggung berlunas pendek dan berjumlah
16-17 baris dari depan ke belakang. Habitat alaminya di daerah muara sungai dan
memiliki kebiasaan suka berjemur di pagi hari.
Morfologi
luarnya memperlihatkan dengan jelas cara hidup hewan pemangsa akuatik. Tubuhnya
yang streamline memungkinkannya untuk
berenang cepat. Buaya melipat kakinya ke belakang melekat pada tubuhnya, untuk
mengurangi hambatan air dan memungkinkannya menambah kecepatan pada saat
berenang. Jari-jari kaki belakangnya berselaput renang, yang meskipun tak
digunakan sebagai pendorong ketika berenang cepat, selaput ini amat berguna
tatkala ia harus mendadak berbalik atau melakukan gerakan tiba-tiba di air,
atau untuk memulai berenang. Kaki berselaput juga merupakan keuntungan manakala
buaya perlu bergerak atau berjalan di air dangkal.
Ilmuan memeriksa tengkorak purba di Nigeria. |
Hewan
ini memiliki rahang yang sangat kuat, yang dapat menggigit dengan kekuatan luar
biasa, menjadikannya sebagai hewan dengan kekuatan gigitan yang paling besar.
Tekanan gigitan buaya ini tak kurang dari 5.000 psi (setara dengan 315 kg/cm²)
dibandingkan dengan kekuatan hiu putih raksasa sebesar 400 psi, atau dubuk (hyena) sekitar 800–1.000 psi. Gigi-gigi
buaya runcing dan tajam, amat berguna untuk memegangi mangsanya. Buaya
menyerang mangsanya dengan cara menerkam sekaligus menggigit mangsanya,
kemudian menariknya dengan kuat secara tiba-tiba ke air. Oleh sebab itu
otot-otot di sekitar rahangnya berkembang sedemikian baik sehingga dapat
mengatup dengan amat kuat. Mulut yang telah mengatup demikian juga amat sukar
dibuka. Akan tetapi sebaliknya, otot-otot yang berfungsi untuk membuka mulut
buaya amat lemah. Biasanya para peneliti buaya cukup melilitkan perekat besar
(lakban) beberapa kali atau mengikatkan tali karet ban dalam di ujung moncong
yang menutup, untuk menjaganya agar mulut itu tetap mengatup sementara
dilakukan pengamatan dan pengukuran, atau manakala ingin mengangkut binatang
itu dengan aman. Cakar dan kuku buaya pun kuat dan tajam, akan tetapi lehernya
amat kaku sehingga buaya tidak begitu mudah menyerang ke samping atau ke
belakang.
Perbandingan buaya masa lampau dengan manusia saat ini. |
Pada
musim kawin buaya dapat menjadi sangat agresif dan mudah menyerang manusia atau
hewan lain yang mendekat. Di musim bertelur buaya amat buas menjaga sarang dan
telur-telurnya. Induk buaya betina umumnya menyimpan telur-telurnya dengan
dibenamkan di bawah gundukan tanah atau pasir bercampur dengan serasah
dedaunan. Embrio buaya tak memiliki kromosom seksual, yakni kromosom yang
menentukan jenis kelamin anak yang akan ditetaskan. Jadi tak sebagaimana
manusia, jenis kelamin buaya tak ditentukan secara genetik. Alih-alih, jenis
kelamin ini ditentukan oleh suhu pengeraman atau suhu sarang tempat telur
ditetaskan. Pada buaya muara, suhu sekitar 31,6°C akan menghasilkan hewan
jantan, sedikit lebih rendah atau lebih tinggi dari angka itu akan menghasilkan
buaya betina. Masa pengeraman telur adalah sekitar 80 hari, tergantung pada
suhu rata-rata sarang.
Lo Than Muk bersama istri. |
Berbagai
atraksi dan pertunjukan dapat dilihat di penangkaran buaya milik Lo Than Muk
ini, dari atraksi buaya, ular phyton,
memberi makan buaya dengan melemparkan bebek yang dijual dengan harga Rp30.000
dan sekedar berfoto bersama satwa liar tersebut. Dari tahun 1959 sampai dengan
sekarang penangkaran ini tidak pernah sepi dari pengunjung dan menjadi salah
satu tujuan wisata favorit di pusat Kota Medan. Tahun 2012 yang lalu, keluarga
Lo Than Muk mendapat penghargaan dari Walikota Medan, Drs. H. Rahudman Harahap,
MM sebagai “Tourism Personality Of The
Year”. Dan saat ini penangkaran ini sudah diresmikan oleh Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Kota Medan. Jadi jika Anda ingin melihat “fosil hidup” di zaman modern
saat ini, Anda dapat mengunjungi penangkaran buaya milik keluarga Lo Than Muk
sebelum semuanya benar-benar punah.
(Oleh Chairunas Adha Putra, foto oleh Chairunas Adha Putra dan dari berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sahabat Herpetologer Mania yang baik, silahkan membubuhkan komentar Anda. Jika ingin lebih cepat direspon, Sahabat Herpetologer Mania bisa berdiskusi melalui imel kami: herpetologermania@gmail.com atau ke grup media sosial fesbuk: Herpetologer Mania.
Salam herping!