Teks dan foto: Roy Ubaidillah Hasby*
Di antara
kesibukan kita akan pekerjaan, muncullah beragam kendala seperti menumpuknya deadline pekerjaan, kemacetan kota yang
sudah tidak bisa terbendung lagi untuk jalan keluarnya, beragam permasalahan perekonomian
semakin hari semakin membuat kepala seakan ingin pecah, dan rumitnya keinginan
manusia. Terkadang hal ini menimbulkan dampak negatif, yaitu stress. Apabila
tingkatan stress pada individual sudah memuncak, kebanyakan sisi negatif berpikir
manusia pun mulai tidak sejalur dengan kemauan hati dan nurani individualnya.
Banyak cara yang
dilakukan masyarakat perkotaan tentunya untuk mengurangi dampak stress pada
diri mereka, antara lain mereka menyempatkan diri mereka seperti pergi berlibur
ke tempat-tempat rekreasi bersama keluarga. Selain itu, ada juga yang
menyempatkan diri mereka untuk pergi melakukan beberapa aktifitas seperti pergi
ke tempat-tempat hiburan malam. Namun yang paling langka dijumpai adalah pergi
bermeditasi ke alam liar yang jauh dari hiruk-pikuknya perkotaan hanya guna
untuk memotret satwa.
Memotret satwa
di alamnya tentulah hal yang sangat jarang dilakukan di perkotaan seperti
Jakarta. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya lahan hijau di ibukota dan
menurun drastisnya satwa yang sangat sulit sekali perjumpaanya dengan kita
tentunya. Bagi penduduk yang berdomisili di Jakarta sendiri, alternatif lain
adalah dengan berlibur ke kawasan Bogor dan sekitarnya yang dapat
mengapresiasikan meditasi kita dengan memadukan meditasi dan fotografi bersama
satwa di alamnya.
Namun, terkadang
masyarakat umum yang mengenal fotografi itu sendiri seakan kurang memahami
fotografi satwa liar. Yang selalu menjadi polemik adalah, jika kita ingin
terjun ke dunia fotografi alam liar tentulah harus memiliki perlengkapan kamera
yang super mahal dengan beragam tipe. Termasuk dengan lensa super tele yang
harganya membuat penggemar fotografi enggan untuk terjun ke dunia alam liar. Di
dunia fotografi alam liar, tak haruslah kita memiliki perlengkapan super mahal
dan banyak seperti anggapan umum itu. Cukup dengan menggunakan kamera DSLR atau
pun poket pun kita dapat melakukan aktifitas super murah meriah dan bermanfaat.
Dengan
bermodalkan niat, kesabaran dan juga kamera seadanya kita dapat memulai aktifitas
alam. Paling menggoda adalah melakukan aktifitas fotografi malam hari. Peralatan
senter atau pun head lamp sebagai
penerangan, kamera, flash eksternal
jika memiliki jika tidak ada bisa menggunakan internal flash dari kamera dan juga tripod tentunya, kita dapat berwisata
dan berbaur dengan alam. Ada beberapa spot
untuk melakukan fotografi satwa malam yang sangat memacu adrenalin kita. Salah
satunya di kampung Loji Cijeruk, Bogor. Perjalanan dapat ditempuh menggunakan
kendaraan roda empat dari Jakarta selama kurang lebih 1,5 jam melalui Ciawi. Hamparan
persawahan di kaki bukit Gunung Salak sangatlah indah di kanan kiri perjalanan
menuju lokasi. Saran terbaik untuk melakukan trip fotografi malam di lokasi ini
adalah mengunjungi kawasan Loji dari Jakarta pada sore hari, sehingga setelah
maghrib para fotografer dapat melakukan aktifitasnya langsung mengeksplor
kawasan Loji pada malam hari. Satwa malam yang dapat dijumpa kebanyakan adalah
microfauna, seperti aneka jenis siput, ngengat dan serangga lainnya. Sedangkan
yang menjadi trend satwa fotografi
malam di lokasi ini adalah beberapa jenis katak seperti Rana hosii (kongkang racun) atau katak pohon, serta katak tanduk.
Satwa melata lain yangh dapat dijumpai di lokasi ini antara lain seperti
bunglon, ular pucuk, ular siput, dan ular berbisa seperti green tree pit viper .
Tak hanya kaum
lelaki saja yang mencintai fotografi dan mengikuti sensasinya memotret satwa
pada malam hari. Namun dari kaum hawa pun, ada yang menyempatkan waktunya untuk
berekspresi dengan satwa melalui rana cahaya.
Dengan media
visualisasilah seharusnya kita mengagungkan karya yang maha Kuasa ini, dan
tentunya tetap di alamnya. Bukan untuk dipelihara. Memang satwa-satwa pada
malam hari kebanyakan memiliki keunikan luar biasa dibandingkan satwa-satwa
yang mudah dijumpai pada siang hari. Namun, keunikan tersebut lebihlah indah
berada tetap di alamnya. Kebanyakan satwa yang dapat kita eksekusi melalui
kamera kita adalah herpetofauna. Secara etimologis, herpetofauna berasal dari
bahasa Yunani, “herpeton” berarti melata dan “fauna” yang berarti binatang.
Jadi herpetofauna adalah binatang-binatang yang melata. Herpetofauna sendiri
memiliki ukuran tubuh yang bermacam-macam, namun memiliki keseragaman yaitu
berdarah dingin (poikilotermik). Fauna ini menyesuaikan suhu tubuhnya dengan
suhu lingkungannya. Kelompok ini diklasifikasikan menjadi 2 kelas yaitu, kelas
amfibi dan reptil berdasarkan beberapa ciri yang berbeda dan mencolok. Kedua
kelas herpetofauna tersebut dibagi-bagi lagi menjadi beberapa ordo yang
kemudian akan berlanjut lagi ke famili.
Dari dua kategori
reptil dan amfibi inilah kebanyakan dapat kita jumpai dengan mudah pada malam
hari. Dan kelompok itu menjadikan fotografi malam menjadi sangat menarik. Caranya
dengan berjalan menyusuri pinggiran sungai. Bermain dengan komposisi dan
pencahayaan dalam lukisan cahaya sangatlah seru dan unik. Namun tentunya kita
di sini juga memiliki keterbatasan dalam mengeksekusi mereka. Salah satunya
memperhatikan perilaku satwa tersebut. Jika dirasa satwa tersebut sudah berada
di titik stress, sebaiknya kita menghentikan pola pencahayaan yang mengarah ke arah
mata satwa, seperti katak misalnya. Jika kita mengeksplor sebuah foto katak, dan
terus dihajar dengan flash ekternal,
pupil katak akan mengecil. Saat itu, sebaiknya diberikan jeda atau lebih baik
kita mencari lagi jenis satwa lainnya.
Beberapa tips
dalam memotret satwa malam antara lain:
- Sebaiknya kita menggunakan flash eksternal (speedlight), gunanya untuk membuat foto lebih berdimensi dalam proses pencahayaanya.
- Sebaiknya menggunakan mode manual. Manual dari setting-an kamera, kita akan lebih mengetahui keinginan akhir dari sebuah foto ketimbang menggunakan setting-an auto atau setting-an selain manual dari kamera. Dengan menggunakan bukaan F11 tentunya nampak belakang objek foto akan pekat dan objek depan akan lebih menonjol struktur warnanya. ISO yang kita gunakan adalah tidak lebih dari 320.
- Usahakan headlamp tidak berada di bagian kepala, kita takutkan satwa melata seperti ular yang berada di dahan pepohonan di atas kepala tidak sempat kita lihat akan membahayakan kita. Kewaspadaan tentunya diperlukan dalam memotret satwa pada malam hari.
- Usahakan menggunakan sepatu boat waterproof jika memungkinkan.
- Tetap selalu menggunakan jasa pemandu lokal di lokasi yang akan kita eksplor, Hal tersebut lebih baik ketimbang hanya dengan modal nekat sendiri.
- Seandainya satwa seperti amfibi dirasa kurang komposisinya karena keberadaanya kurang bagus misalnya, disarankan untuk memindahkan objek di sekitaran lokasi yang sekiranya kita dapat memperoleh sebuah komposisi foto yang bagus. Setelah foto barulah kita mengembalikan satwa tersebut ke posisi semula mereka berada.
- Maksimal fotografer tidak lebih dari 5–6 di lokasi yang sama di diameter jarak 10 meter. Dalam artian untuk setiap spotting disarankan untuk tidak banyak orang karena faktor kesulitan kita mendekati objek dan juga faktor lainya.
Dari catatan kecil di atas, setidaknya kita kelak dapat sedikit pengetahuan
mengenai kehidupan satwa malam dan dapat mengabadikanya walau hanya dari kamera
standar kita. Abadikanlah mereka dengan hati dan kesabaran. Sehingga kelak
foto-foto tersebut dapat menceritakan kelak ke anak cucu kita bahwa satwa-satwa
ini pernah ada di muka bumi Indonesia sebelum punah.
*leader photography Satwa
liar; SatwaKU SatwaMu.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sahabat Herpetologer Mania yang baik, silahkan membubuhkan komentar Anda. Jika ingin lebih cepat direspon, Sahabat Herpetologer Mania bisa berdiskusi melalui imel kami: herpetologermania@gmail.com atau ke grup media sosial fesbuk: Herpetologer Mania.
Salam herping!