Minggu, 29 Maret 2015

Rachmi

Rachmi adalah gadis yang suka berkegiatan. Kini Rachmi banyak menghabiskan waktunya sebagai entrepener. Eks mahasiswa Biologi FMIPA USU ini sedang melanjutkan kreatifitasnya sewaktu mahasiswi dalam mengikuti program kreatifitas mahasiswa. Nama usahanya adalah Glow Bag, yakni memproduksi aneka tas, dompet, dan aksesoris lainnya dengan mengandalkan kreatifitas rajutan.

Rachmi memiliki ketertarikan yang kuat terhadap fotografi. Pada suatu waktu, gadis kelahiran 11 November 1991 ini masuk ke dalam organisasi Bengkel Fotografi Sains (BFS) Dept. Biologi FMIPA USU dan sempat menjadi koordinator pada periode 2012-2013 di organisasi yang sama.

Pengalaman Rachmi di organisasi berlanjut setelah selesai kuliah. Beliau bergabung bersama komunitas Herpetologer Mania. Di dalam mujet redaksi majalah Herpetologer Mania, Rachmi menjadi penata letak.

Dalam satu kegiatan hunting bersama sewaktu mahasiswi, Rachmi mengunjungi Hetts Bio Lestari dan memulai petualangan yang tergolong baru baginya waktu itu. Mereka memotret dan menjadikan ular sebagai model foto, padahal dia masih canggung dengan hewan berbisa. Simak tulisannya di sini.













Sabtu, 28 Maret 2015

Kebersamaan yang Menghilangkan Rasa Takut

Ular merupakan salah satu reptil berbahaya namun banyak orang yang tertarik untuk memeliharanya. Selama ini mendengar kata “ular” selalu identik dengan kelicikan, kejahatan, pokoknya yang buruk-buruk deh seperti Voldemort dan Orochimaru dengan ularnya. Selo guys, kali ini beda cerita.

Sabtu sore, rombongan Ular Fun Foto Hunting yang diselenggarakan oleh KFAL & Herpetologer Mania tiba di Hetts Bio Lestari yang merupakan penangkaran ular terbesar di Indonesia untuk jenis Tropidolaemus wagleri atau jenis yang berbisa tinggi. Lokasinya terletak di Jl. Namu Pencawir No. 174 Desa Tuntungan Dua, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Sebenarnya tak sulit menemukan lokasi penangkaran ular ini, hanya sekitar 30 menit dari Kota Medan.

Begitu sampai di Hetts Bio Lestari, rombongan kami langsung disambut oleh aksinya king kobra, dan menjadi model para rombongan fotografer. “Motret ular, siapa takut?”

Memotret ular.
Dulunya saya takut ular, tapi kali ini malah ularnya menjadi objek fotografiku.  Ketakutan terhadap ular hilang setelah pawangnya menjelaskan kepada kami bahwa “ular tak akan mengganggu, bila tak diganggu duluan”. Saya sendiri lebih menyukai memotret piton albino, warnanya soft banget, jinak, tapi sayangnya berat banget, jadi tak bisa foto berkalung ular.

“Kawasan penangkaran ular ini seluas ± 7000 meter persegi dan memiliki koleksi ± 2000 ekor ular”, kata pengelola penangkaran. Wow, banyak sekali ular-ular di sini! Di antaranya adalah Tropidolaemus wagleri, Condrophyton veridis, dll.

Beberapa pecinta reptil Kota Medan sekaligus bergabung bersama kunjungan kami. Mereka menceritakan bahwa umumnya pengalaman pertama motret ular terasa seram. Ular berdesis dan kelihatan sedikit agresif, apalagi melihat ular yang memiliki kepala segitiga full rasanya cukup memberi rasa gugup. Ular di sini tergolong berbisa tinggi, jadi harus lebih berhati-hati ketika memotret ular khusuhnya bagi pemula.

Salah satu momen yang sangat ditunggu-tunggu fotografer adalah ketika pemberian pakan favorit ular tikus putih (mencit). Keganasan ular pun muncul saat itu, si ular membius mencit dan menelannya setengah badan sampai si mencit mengeluarkan kotoran dan air seni secara terpaksa. Wah, sungguh sangat sadis tingkah laku si ular ketika melahap mangsanya.

Ular juga salah satu hewan karnivora yang memerlukan asupan makanan berupa daging, sehingga harus diberikan pakan sesuai dengan ukuran kepala dan mulutnya, karena si ular tidak bisa mencabik-cabik atau mengunyah mangsanya.

Pemotretan terus berlanjut. Saking seriusnya, para fotografer sampai miring-miring kepala, nungging-nungging bahkan level yang paling parah adalah jreng, reng, terdengar bunyi: Tutttttttt ……! Ternyata salah satu dari fotografer yang motret sampai terkentut-kentut. Bisa saja karena rasa takut atau mungkin karena terlalu serius, hehehe. Tentu saja kejadian itu membuyarkan konsentrasi  fotografer lain.

Berpose bersama ular-ular.
Seandainya ular bisa bicara, dia akan mengungkapkan siapa pelakunya. Itulah bahagian asyiknya foto ramai-ramai. Sampai kami sedang makan bakso pun, kejadian itu menjadi bahan candaan yang membuat kami terbahak-bahak. Ini adalah kebersamaan yang tidak kami dapatkan pada kegiatan lain.


Salam fotografi dan salam herping ...

(Teks oleh Rachmi, foto oleh Khairul Umri dan Rachmi)

Selasa, 17 Maret 2015

Arfah Nasution

Jika kita memiliki waktu panjang, kenapa tidak berbuat lebih. Begitulah yang mungkin bisa digambarkan kepada Arfah Nasution ketika melakukan penelitian perilaku sosial induk anak orangutan di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat (KHBTBB) Sumatera Utara. Gadis kelahiran Medan, 21 September 1990 ini mencatat dan mendokumentasikan temuan ular-ular di Hutan Batang Toru saat mengadakan penelitiannya untuk skripsi. 

Arfah sebenarnya tidak terlalu memperhatikan amfibi dan reptil karena bukan obyek penelitiannya. Tetapi ada saja makhluk hidup di sekelilingnya yang kadang-kadang mencuri perhatiannya sebagai mahasiswa jurusan biologi. Sambil menyelam minum air, sebagian hal-hal yang nampak itu masuk dalam catatannya, terutama ular-ular  yang ada di sana.

Tak ingin foto-fotonya hanya untuk dinikmati sendiri, mahasiswi yang sekarang menimba ilmu S2 di jurusan Biosains Hewan, Institut Pertanian Bogor (IPB) ini meluangkan waktunya sedikit untuk corat-coret pengalamannya di majalah Herpetologer Mania. Tak hanya pengalamannya di Batang Toru saja, Arfah adalah salah satu penulis setia di majalah Herpetologer Mania. Nah, mari kita simak tulisan-tulisannya di bawah ini: